Artinya Hak Milik atas tanah dimaksud dapat beralih karena hukum dari seorang pemilik tanah yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Baca Juga: Hak Milik Atas Tanah: Pengertian, Contoh, Objek, Cara memperoleh, Terjadinya, dan Hapusnya. 2. Terkuat. Artinya, bahwa Hak Milik atas tanah tersebut yang paling kuat di antara Hak-hak atas tanah yang
PlankMasih Terpasang Plank Sudah Raib. Padangsidimpuan, Sebanyak dua titik arah barat plang merk hak milik tanah adat keturunan oppu napotar dicuri orang tidak dikenal (otk) diperkirakan waktu subuh 20/01/2015, sejak dipasang oleh keturunan oppu napotar dan masyarakat kelurahan panyanggar kecamatan padangsidimpuan utara minggu 18/01/2015 lalu.
Diarea Pantai Semilir Desa Socorejo, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, kini telah muncul plang hak kepemilikan tanah H.Salim Mukti-Hj. Sholikah dengan SPPT atas nama Hj. Sholihah seluas 32.646 Meter persegi. Pemasang plang tanah tersebut merupakan ahli warisnya bernama Abdul Latif, Tukhayatin, Syafi'i, Rosyidah, Mariyatin, Mukhlisah, dan Faizatul K.
Singkawang Media Kalbar Tim kuasa hukum dan ahli waris lakukan pemasangan plang hak milik atas tanah hak milik Ahli waris Almarhum Endong Skip to content August 6, 2022
Dịch Vụ Hỗ Trợ Vay Tiền Nhanh 1s. BerandaKlinikPertanahan & PropertiHukum Pemasangan Pla...Pertanahan & PropertiHukum Pemasangan Pla...Pertanahan & PropertiSelasa, 20 Maret 2012Mohon bantuannya, Hukumonline. Saya mau menanyakan apakah tindakan bank memasang plang yang bertuliskan "Tanah dan bangunan ini dalam pengawasan Bank", terhadap barang jaminan debitur yang kreditnya macet diperbolehkan secara hukum? Terima kasih dan saya sangat terbantu dengan adanya rubrik ini di yang Anda tanyakan memang seringkali dilakukan oleh pihak bank sebagai salah satu upaya pencegahan agar rumah dan tanah yang dijadikan jaminan dengan hak tanggungan atas utang yang telah jatuh tempo tidak diperjualbelikan atau dialihkan kepemilikannya oleh debitur kepada pihak ketiga. Hal ini tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan sepanjang bukan semata untuk mencemarkan nama baik seseorang, tapi memang didasarkan adanya utang piutang. Pada dasarnya, memang utang/kredit nasabah bank tidaklah termasuk dalam prinsip kerahasiaan bank. Berdasarkan Pasal 40 ayat 1 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 , Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal ketentuan tersebut jelas bahwa yang termasuk dalam prinsip kerahasiaan bank adalah keterangan nasabah penyimpan dan simpanannya, bukan nasabah peminjam dan itu,UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah “UUHT” juga menganut asas publisitas Pasal 13 ayat [1] UUHT. Asas ini mengharuskan didaftarkannya pemberian Hak Tanggungan pada Kantor Pertanahan. Dengan dasar pemikiran bahwa timbulnya hak tanggungan adalah karena adanya perjanjian utang piutang, maka memang utang piutang tersebut dapat diketahui oleh orang lain selain bank dan jika ternyata tulisan itu dalam bentuk plang ataupun stiker tidak terbukti didasarkan pada adanya utang piutang dan adanya debitur yang cidera janji dalam hal pelunasan utang terjadi kredit macet, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai pencemaran nama baik yang dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. Penjelasan lebih jauh mengenai pencemaran nama baik simak artikel Pencemaran Nama Baik oleh Atasan. Secara perdata, pemilik tanah dan bangunan yang dirugikan nama baiknya karena adanya plang tersebut dan jika tidak ada dasar utang piutang yang sah, maka pihak bank dapat digugat atas dasar Perbuatan Melawan Hukum. Contohnya dapat kita lihat dalam Putusan Mahkamah Agung No. 72/PDT. G/2009/PN. DPK dimana dinding rumah penggugat dicat dengan warna merah bertuliskan “Rumah ini Agunan Kredit Menunggak di Bank BTN”. Yang pada akhirnya, majelis hakim memutus bahwa tergugat telah melakukan perbuatan melawan dari uraian di atas, pihak bank dapat memasang plang yang menyatakan "Tanah dan bangunan ini dalam pengawasan Bank" jika memang debitur pemberi hak tanggungan cidera janji dalam melunasi utangnya. Sekian jawaban dari kami, semoga membantu. Dasar hukum1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah;2. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Mahkamah Agung No. 72/PDT. G/2009/PN. DPK Tags
Sertifikat Hak Milik SHM ternyata bisa berubah menjadi Hak Guna Bangunan HGB, kenapa bisa begitu ya, makanya baca ulasan berikut ini. Biasanya, orang akan mencari tahu mengenai perubahan HGB ke SHM, bagaimana cara melakukannya. Bukan sebaliknya, SHM ke HGB, tentunya pertanyaan ini memang jarang dilontarkan lantaran seperti terbalik. Orang akan mencari tahu bagaimana mengubah HGB menjadi SHM, hak atas tanah berupa hak milik yang lebih kuat. Namun, jangan salah ya, SHM ke HGB bisa saja terjadi, tentunya jika terjadi perubahan pemilik secara signifikan. Jika pemilik perorangan mempunyai tanah dengan status SHM, maka bisa berubah menjadi HGB kalau tanah dibeli oleh badan usaha. Situs properti akan membahas mengenai perubahan Sertifikat Hak Milik SHM menjadi HGB. mengutip dari sejumlah sumber, salah satunya adalah laman hukum Kepemilikan Tanah Oleh Badan Usaha Hukumonline memaparkan sebuah kasus tanah milik seseorang berstatus SHM yang dibeli oleh badan usaha atau badan hukum. Status kepemilikan tanah atau hak atas tanah ini ternyata berubah dari sertifikat hak milik menjadi HGB. Hukumonline menyatakan UU Pokok Agraria tidak memperbolehkan badan usaha yang berbentuk badan hukum memegang hak milik atas tanah kecuali badan hukum tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Untuk itu, badan usaha bisa memiliki hak atas tanah berupa HGB, ada perubahan hak atas tanah. Notaris/PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah akan membuat akta perubahan hak atas tanah tersebut. By the way, UU Pokok Agraria atau Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Undang-undang tersebut menjadi salah satu peraturan dasar mengenai kepemilikan tanah di Indonesia. Untuk memahami perubahan SHM ke HGB ini, akan menjelaskan lebih lanjut, yuk disimak. Siapa Saja yang Bisa Mendapatkan Hak Milik Atas Tanah UU Pokok Agraria Pasal 20 angka 1 dan 2 menjelaskan mengenai hak milik yang merupakan hak turun temurun. Pasal lainnya, Pasal 21 ayat 1 dan 2 UU yang sama menerangkan siapa saja yang bisa memperoleh hak milik termasuk perorangan dan badan hukum yang ditetapkan pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah Pasal 1 menjelaskan lebih rinci. Badan hukum yang dimaksud adalah bank yang didirikan oleh negara, perkumpulan koperasi pertanian, badan keagamaan yang ditunjuk menteri, badan sosial, hingga badan usaha berbentuk badan hukum. Salah satu bentuk badan hukum yang dikenal adalah PT atau Perseroan Terbatas, badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian. Ada sejumlah karakteristik badan hukum, salah satunya pemisahan kekayaan pemilik dengan kekayaan badan usaha. Perlu diingat kalau pemilik perusahaan cuma bertanggung jawab atas harta yang dimiliki, termasuk tanah. Badan usaha diperbolehkan atau diizinkan memiliki hak atas tanah seperti HGB Hak Guna Bangunan, HGU Hak Guna Usaha. Selain itu, badan usaha juga bisa memiliki izin hak pakai, hak sewa untuk bangunan, dan juga hak pengelolaan. Namun, seperti dijelaskan di atas, UU Pokok Agraria memang tidak memperbolehkan badan usaha untuk mempunyai hak milik, kecuali badan hukum tertentu yang ditetapkan pemerintah. Kalau badan usaha membeli tanah hak milik, biasanya akan diubah dari sertifikat hak milik SHM menjadi HGB, perubahan SHM ke HGB. Nah, inilah penjelasan singkat mengenai perubahan sertifikat hak milik ke HGB alias SHM ke HGB, bukan sebaliknya. Situs properti selalu menghadirkan artikel dan tips menarik mengenai properti, desain, hukum, hingga gaya hidup. Saatnya kamu memilih dan mencari properti terbaik untuk tempat tinggal atau investasi properti seperti Clover Hill Residence.
BerandaKlinikPertanahan & PropertiJenis-jenis Hak atas...Pertanahan & PropertiJenis-jenis Hak atas...Pertanahan & PropertiKamis, 18 Juni 2020Apa saja jenis hak atas tanah di Indonesia? Siapa saja yang bisa menyandangnya? Sampai kapan jangka waktu berlakunya?Atas dasar hak menguasai dari negara, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Hak-hak individual atas tanah dapat dibagi atas hak yang bersifat primer dan sekunder. Hak yang bersifat primer terdiri atas hak milik; hak guna usaha; hak guna bangunan; hak pakai; hak sewa; hak membuka tanah; hak memungut hasil hutan; hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Sedangkan hak sekunder adalah hak yang mengandung sifat yang bertentangan dengan undang-undang karena mengandung unsur pemerasan dan penindasan, sehingga diusahakan hapusnya dalam waktu singkat. Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini. Hak Menguasai NegaraPada dasarnya, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.[1]Hak menguasai dari negara tesebut memberi wewenang untuk[2]mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang dasar hak menguasai dari negara, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.[3]Hak Individual atas Tanah yang Bersifat PrimerH. M. Arba dalam bukunya Hukum Agraria Indonesia hal. 97 & 126 kemudian membagi hak individu dalam dua jenis, yaitu hak individual atas tanah yang bersifat primer dan atas tanah yang bersifat primer terdiri atas[4]hak milik;Hak Guna Usaha “HGU”;Hak Guna Bangunan “HGB”;hak pakai;hak sewa;hak membuka tanah;hak memungut hasil hutan;hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan MilikHak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.[5]Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hak milik. Oleh pemerintah, ditetapkan pula badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.[6]Orang asing yang memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu.[7]Jika sesudah jangka waktu tersebut, hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.[8]Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing, maka ia juga tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik.[9]Hak milik hapus apabila[10]tanahnya jatuh kepada negara karenapencabutan hak;penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;ditelantarkan, atauorang asing yang mendapatkannya berdasarkan waris atau percampuran harta akibat perkawinan, kehilangan kewarganegaraan, serta jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum yang tidak ditetapkan pemerintah;tanahnya jugaHak Guna UsahaHGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.[11]Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan HGU untuk waktu paling lama 35 tahun.[12]Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya, jangka waktu HGU dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun.[13]HGU diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.[14]Yang dapat mempunyai HGU adalah[15]warga negara Indonesia;badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.[16] HGU hapus karena[17]jangka waktunya berakhir;dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi; dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;dicabut untuk kepentingan umum;ditelantarkan;tanahnya atau badan hukum yang mempunyai HGU dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat, dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.[18]Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh HGU, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika HGU yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.[19]Baca jugaHak Guna BangunanHGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.[20]Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu HGB dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.[21]Yang dapat mempunyai HGB adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.[22]HGB hapus karena[23]jangka waktunya berakhir;dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;dicabut untuk kepentingan umum;ditelantarkan; dantanahnya atau badan hukum yang mempunyai HGB dan tidak lagi memenuhi syarat, dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.[24]Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna-bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut.[25]Jika HGB yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.[26]Hak Pakai Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari[27]tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya, atautanah milik orang lain dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan itu, hak pakai juga dapat diberikan atas tanah dengan hak pengelolaan, yang diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan.[28]Hak pengelolaan sendiri adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.[29] Yang dapat mempunyai hak pakai adalah[30]warga negara Indonesia;orang asing yang berkedudukan di Indonesia;badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di pakai dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.[31]Hak pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu diberikan kepada[32]departemen, lembaga pemerintah non departemen, dan pemerintah daerah;perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional;badan keagamaan dan badan hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.[33]Baca jugaHak Sewa Untuk BangunanSeseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.[34]Pembayaran uang sewa dapat dilakukan[35]satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan. Perjanjian sewa tanah ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.[36]Yang dapat menjadi pemegang hak sewa adalah[37]warga negara Indonesia;orang asing yang berkedudukan di Indonesia;badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Individual atas Tanah yang Bersifat SekunderH. M. Arba dalam buku yang sama menerangkan bahwa hak sekunder adalah hak yang mengandung sifat yang bertentangan dengan undang-undang karena mengandung unsur pemerasan dan penindasan, sehingga diusahakan hapusnya dalam waktu singkat hal. 126.Contoh hak seperti ini adalah hak gadai tanah, hak usaha bagi hasil, hak sewa tanah pertanian, dan hak menumpang.[38]Patut diperhatikan dalam artikel Perbedaan Peralihan dengan Pembebanan Hak Atas Tanah, praktisi hukum Irma Devita Purnamasari memiliki pendapat yang berbeda mengenai penggolongan hak atas tanah primer dan sekunder hak atas tanah primer terbatas pada hak yang diberikan langsung oleh negara, seperti hak milik, HGU, HGB, dan hak hak atas tanah sekunder adalah hak yang timbul atau dibebankan di atas hak atas tanah yang sudah ada, mencakup HGU, HGB, hak pengelolaan, hak sewa, hak membuka tanah dan memungut hasil hutan, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak gadai tanah dan hak jawaban kami, semoga M. Arba. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta Sinar Grafika, 2015.[2] Pasal 2 ayat 2 UUPA[3] Pasal 4 ayat 1 UUPA[4] Pasal 16 ayat 1 UUPA[6] Pasal 21 ayat 1 dan 2 UUPA[7] Pasal 21 ayat 3 UUPA[9] Pasal 21 ayat 4 UUPA[10] Pasal 27 jo. Pasal 21 ayat 3 dan Pasal 26 ayat 2 UUPA[11] Pasal 28 ayat 1 jo. Pasal 29 ayat 1 UUPA[12] Pasal 29 ayat 2 UUPA[13] Pasal 29 ayat 3 UUPA[14] Pasal 28 ayat 2 UUPA[15] Pasal 30 ayat 1 UUPA[16] Pasal 28 ayat 3 UUPA[18] Pasal 30 ayat 2 UUPA[20] Pasal 35 ayat 1 UUPA[21] Pasal 35 ayat 2 UUPA[22] Pasal 35 ayat 3 dan Pasal 36 ayat 1 UUPA[24] Pasal 36 ayat 2 UUPA[27] Pasal 41 ayat 1 UUPA[29] Pasal 1 angka 2 PP 40/1996[31] Pasal 45 ayat 1 PP 40/1996[32] Pasal 45 ayat 3 PP 40/1996[33] Pasal 41 ayat 3 UUPA[34] Pasal 44 ayat 1 UUPA[35] Pasal 44 ayat 2 UUPA[36] Pasal 44 ayat 3 UUPA[38] Pasal 53 ayat 1 UUPATags
BerandaKlinikPertanahan & PropertiMenghancurkan Bangun...Pertanahan & PropertiMenghancurkan Bangun...Pertanahan & PropertiJumat, 27 Mei 2022Saya memiliki sebidang tanah bersertifikat hak milik. Namun, di atas lahan tersebut didirikan bangunan liar berupa rumah beserta satu orang penghuni. Tidak ada perjanjian sewa baik lisan maupun tertulis. Saat ini saya membutuhkan lahan untuk dijual. Mediasi sudah dilakukan berulang kali sejak 1 tahun terakhir, namun tidak ada kesepakatan karena penghuni minta kompensasi yang besar. Saya lapor polisi dengan dasar Pasal 167 ayat 1 KUHP serta Pasal 2 dan Pasal 6 ayat 1 huruf a Perpu Nomor 51 tahun 1960. Tetapi, laporan polisi tersebut tidak ada kelanjutan. Akhirnya saya memutuskan untuk menghancurkan bangunan liar tersebut dengan cara memindahkan semua barang penghuni keluar rumah dan dilanjutkan dengan merusak rumah hingga tidak layak huni. Kemudian yang terjadi adalah saling lapor polisi. Penghuni bangunan liar tersebut melaporkan tindakan pengrusakan rumah. Apakah saya bisa dikenakan pidana bila seluruh barang penghuni sudah saya pindahkan keluar dan seluruh runtuhan rumah masih berada di area lahan saya dan tidak berceceran ke luar? Mohon pencerahannya. Terima hukum yang dapat ditempuh untuk mempertahankan hak hukum atas tanah Anda adalah dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke pengadilan setempat sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata atas dasar penghuni rumah antara lain mendirikan bangunan, memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, atau penyerobotan tanah. Adapun pembongkaran bangunan liar atau rumah orang lain yang berdiri di atas tanah Anda, seharusnya Anda tidak melakukannya sendiri tanpa berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan dibawah ini. Hak-Hak Atas Tanah Berdasarkan Pasal 16 UU Pokok Agraria hak-hak atas tanah terdiri atashak milikhak guna usaha “HGU”;hak guna bangunan “HGB”;hak pakai;hak sewa;hak membuka tanah;hak memungut hasil hutan;hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan hak milik atas tanah adalah sertifikat tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat 1 PP 24/1997Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang sangat kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang membangun dan memiliki bangunan di atas tanah hak milik orang lain hanya dimungkinkan atas dasar hak sewa untuk bangunan. Hal ini diatur dalam Pasal 44 ayat 1 UU Pokok itu, di dalam Pasal 2 Perpu 51/1960, diatur larangan memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah. Tanah yang dimaksud di sini, adalah tanah yang dipunyai dengan sesuatu hak oleh perseorangan atau badan hukum.[1]Oleh karena itu, apabila Anda benar mempunyai bukti sertifikat hak milik atas tanah, maka di atas tanah tersebut tidak dapat didirikan bangunan tanpa seizin Anda atau tanpa didasari oleh hak sewa untuk bangunan. Sehingga pendirian bangunan tersebut tidak Mengatasi Bangunan Liar Sebab pendirian bangunan liar yang Anda maksud tidak sah, maka anda dapat lapor bangunan liar kepada Polisi. Laporan Polisi tersebut dapat dilakukan dengan dasar penyerobotan tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 385 tetapi, berdasarkan keterangan Anda, tidak ada tindak lanjut dari pihak kepolisian, maka Anda dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat dengan dasar perbuatan melawan hukum. Hal ini diatur di dalam Pasal 1365KUH Perdata sehingga pembongkaran dan/atau pengosongan bangunan di lahan milik Anda dapat secara patut dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum Pidana Menghancurkan Bangunan Liar Ditinjau dari segi hukum pidana, perbuatan sengaja melakukan penghancuran bangunan diatur dalamPasal 200 ayat 1 KUHPBarangsiapa dengan sengaja menghancurkan atau merusak gedung atau bangunan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karenanya timbul bahaya umum bagi 406 ayat 1 KUHPBarangsiapa dengan sengaja melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Serta Komentar-Komentarnya lengkap Pasal Demi Pasal hlm. 279 terkait Pasal 406 KUHP menjelaskan bahwa supaya dapat dihukum harus dibuktikan beberapa hal berikutTelah membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau meghilangkan sesuatu barang;Pembinasaan itu harus dilakukan dengan sengaja dan dengan melawan hak;Barang itu harus seluruhnya atau sebagian milik orang karena itu, menjawab pertanyaan Anda, perbuatan menghancurkan bangunan tanpa adanya izin dari pihak yang berwenang, walaupun di lahan milik sendiri adalah tindakan yang melawan hukum dan dapat dipidana berdasarkan Pasal 200 dan Pasal 406 KUHP. Menurut hemat kami, seharusnya Anda menindaklanjuti laporan yang telah Anda buat ke polisi sebagaimana telah Anda sebutkan dan tidak merusak sendiri rumah atau bangunan liar contoh, terdapat preseden kasus serupa dimana seseorang dipidana karena menghancurkan bangunan rumah orang lain di atas tanah milik sendiri yaitu dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 249K/Pid/ juga Apakah Melanggar Hukum Jika Pembangunan Rumah Mengganggu Lingkungan Sekitar?Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra jawaban dari kami, semoga HukumKitab Undang-Undang Hukum Pidana;Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya;Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor Politeia. Mahkamah Agung Nomor 249K/Pid/2009[1] Pasal 1 angka 1 huruf b Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya “Perpu 51/1960”Tags
plang tanah hak milik